Jumat, 24 April 2009

KOMUNIKASI BAHASA

KOMUNIKASI BAHASA

A. Pengantar
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia. Dan alat komunikasi ini adalah lat komunikasi yang paling sesuai. Oleh karena itu, untuk memahami bagaimana wujud komunikasi yang dilakukan dengan bahasa ini, maka terlebih dahulu akan dibicarakan apa hakikat bahasa, apa hakikat komunikasi bahasa, kemudian baru dibicarakan apa dan bagaimana komunikasi bahasa itu, serta apa dan bagainama kelebihannya dari alat komunikasi lain.

2.1 Hakikat Bahasa
Ciri-ciri hakikat bahasa itu antara lain adalah bahwa bahasa itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
(1) Bahasa adalah suatu sistem artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat sistematisjuga bersifat sistemis. Dengan sistematis maksudnya bahasa tersusun menurut suatu pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya sistem bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem yakni, subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon. Setiap bahasa memiliki sistem yang berbeda dari bahasa yang lainnya. Misalnya, urutan kata dalam kalimat bahasa Latin adalah tidak penting, sebab susunan kalimat Paulus vidit Mariam yang artinya ’Paul melihat Mariam’ sama saja maknanya bila susunannya diubah menjadi Paulus Mariam vidit. Padahal susunan kalimat bahasa Indonesia Nenek melirik kakek tidak sama maknanya dengan Kakek melirik nenek. Mengapa demikian? Karena yang penting dalam bahasa Latin adalah bentuk kata, bukan urutan kata; sedangkan menurut sistem bahasa Indonesia baik bentuk kata maupun urutan kata sama-sama penting, dan kepentingannya itu berimbang. Oleh karena itu lazim disebut bahwa bahasa itu bersifat unuik, meskipun juga bersifat universal. Unik artinya memiliki ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki bahasa lain; dan universal berati memiliki ciri yang sama yang ada pada semua bahasa.
Sistem bahasa yang dibicarakan di atas adalah berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Artinya lambang-lambang itu berbentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa. Setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Umpamanya lambang bahasa yang berbunyi (spidol) melambangkan konsep/makna ’sejenis alat tulis bertinta’. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep, maka lambang tersebut tidak termasuk sistem suatu bahasa.

(2) Lambang bunyi bahasa bersifat arbitrer, artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah. Secara konkret, mengapa lambang bunyi (kuda) digunakan untuk menyatakan sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai adalah tidak dapat dijelaskan. Andaikata hubungan itu bersifat wajib, tentu untuk menyatakan binatang dalam bahasa Indonesia disebut (kuda) tidak ada yang menyebutnya < jaran>, atau .
Meskipun lambang-lambang basa itu bersifat arbiter tetapi juga bersifat konvensional. Artinya setiap penutur bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang hanya digunakan untuk menyatakan ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’ dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain. Sebab bila dilakukan ia telah melanggar konvensi itu.

(3) Bahasa itu bersifat produktif, artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya menurut Purwadarminta bahasa indonesia hanya mempunyai lebih kurang 23.000 buah kata; tetapi dengan 23.000 kata dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.

(4) Bahasa bersifat dinamis, maksudnya bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Terutama yang nampak sering terjadi adalah pada perubhan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja ada kosa kata baru yang muncul, tetapi juga ada kosa kata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi. Umpamanya kata kempa, perigi, dan centang perenang yang dulu ada digunakan dalam bahasa Indonesia kini tidak digunakan lagi. Sebaliknya, kata-kata riset, kolusi, dan ulang alik yang dulu tidak dikenal, kini sudah bisa digunakan. Kedinamisan bahasa dalam tataran gramatika juga banyak menyebabkan terjadinya perubahan kaidah. Ada kaidah yang dulu berlaku kini tidak berlaku lagi. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia dulu haruslah dikatakan ”bertemu dengan dua orang Inggris” dengan dua alasan, yaitu ”dua orang” adalah kata bilangan dan ”orang Inggris” adalah kata bendanya. Sekarang susunan kalimat tersebut haruslah berbentuk ”Bertemu dengan dua orang Inggris”.

(5) Bahasa itu beragam, artinya, meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama. Namun karena bahasa digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya tidak sama dengan bahasa Jawa di Pekalongan. Begitu juga bahasa Inggris yang digunakan di kota London tidak sama dengan bahasa Inggris yang digunkan di Kanada, dll.

(6) Bahasa itu bersifat manusiawi, artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa, yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan tidak dinamis. Bahasa dikuasai oleh para hewan secara instingtif (naluriah), sedangkan manusia menguasai bahasa dengan cara belajar. Tanpa belajar manusia tidak akan dapat berbahasa. Hewan tidak mempunyai kemampuan untuk mempelajari bahasa manusia. Oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa bersifat manusiawi, hanya milik manusia.

2.2. Fungsi-fungsi Bahasa
Secara tradisional bahwa bahasa adalah alat untuk berinteraksi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, juga perasaan. Konsep bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran sudah mempuryai sejarah yang panjang jika kita menelusuri sejarah studi bahasa pada masa lalu. Pada abad pertengahan (500-1500 M) studi bahasa kebanyakan dilakukan oleh para ahli logika atau ahli filsafat. Mereka menitikberatkan penyelidikan bahasa pada satuan kalimat yang dapat dianalisis sebagai alat untuk menyatakan proposisi benar atau salah. Mengapa? Karena studi bahasa rnereka satukan dengan studi retorika dan logika. Keberatan kita terhadap pendekatan seperti ini adalah apakah ekspresi keinginan, kesenangan, rasa nyeri, pertayaan, dan perintah juga merupakan dikotomi salah benar ? Dalam logika kalimat yang mempunyai nilai benar atau salah hanyalah kalimat deklaratif saja, padahal kita berbicara tidak hanya dalam kalimat deklarãtif atau mengguraikan saja. Dalam proses berkomunikasi pikiran hanyalah satu bagian dan sekian banyak informasi yang akan disampaikan. Dalam hal ini, Wardhaugh (1972: 3-8) juga mengatakari bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan. Narnun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar, yang menurut Kinneavy disebut expression, information, exploration, persuasion, dan entertaiment (Michel 1967: 51).
Bagi sosiolinguistik konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab seperti dikemukakan Fishman (1972) yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Artinya "siapa yang berbicara, bahasa apa yangdigunakan, untuk siapa, ketika dan untuk apa yang akhir"
Oleh karena itu fungsi bahasa itu, antara lain, dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan.

(1) Dilihat diri sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya, Si penutur bukan hanya mengiingkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si pendengar juga dapat menduga apakah Si penutur sedih, marah, atau gembira.

(2) Dilihat dan segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimau si pembicara. Hal iñi dapat dilakukan si penutur dengan rnenggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan. Perhatikan kalimat-ka!imat berikut:
- Harap tenang. Ada ujian.
- Sehaiknya anda menelepon dulu.
- Anda tentu mau membantu kami.

(3) Bila dilihat dari segi kontak anata penutur dan pendengar bahasa di sini berfungsi fatik atau interpesonal atau interactional, yaitu fungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan, bersahabat atau solidaritas sosial. Waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca. atau menanyakan keadaan keluarga. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapannya tidak dapat diartikan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa lnggris ungkapan How do you do. How are you, Here you are, dan Nice day; (Apa kabar, Ini dia, pesiar Nice hari ini) dalam bahasa Indonesia ada ungkapan seperti ‘apa kabar, Bagaimana anak-anak, Mau kemana nih, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan fàtik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak-gerik tangan, air muka, dan kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersbut yang disertai unsur paralinguistik tidak mempunyal arti, dalam arti memberikan informasi, tetapi membangun kontak sosial antara para partisipan di dalam pertuturan itu.

(4) Bila dilihat dan segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial ada juga yang menyebutnya fungsi denotatif atau fungsi informatif. Di sini bahasa itu berfungsi sehagai alat untuk membicarakan objek atau peristwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial inilah yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana pendapat sipenutur tentang dunia di sekelilingnya. Ungkapan-ungkapan seperti “ibu dosen itu cantik sekali “,atau” Gedung perpustakaan itu baru dibangun “ adalah contoh penggunaan bahasa yang berfungsi referensial.

(5) Dilihat dari segi kode yang digunakan, maka bahasa itu yang berfungsi metalingual atau metalinguistik (Jakobson 1960, Finnocchiaro 1974, yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan hahasa itu sendiri. Memang tampaknya agak aneh; biasanya bahasa itu digunakan untuk membicarakan masalah lain. Seperti masalah politik, ekonomi, atau pertanian. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah dan aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa.

(6) Dilihat dari segi amanat (message) yang akandisampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif (Halliday 1973) sedangkan Jakobson 1960 menyebutnya fungsi poetic speech. Karena sesungguhnya bahasa itu, dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, baik yang sebenaranya maupun yang imajinatif. Fungsi imajinatif biasanya berupakarya seni (puisi, cerita, dongeng, dan lelucon) yang digunakan untuk kesenangan penutur, maupun para pendengarnya.

Tidak ada komentar: